Selasa, 01 April 2014
Artikel Metode Induktif Jenis Generalisasi Tema Jakarta
Pasar yang diresmikan tahun 1975 oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, saat itu memang sudah menjadi surganya pencinta burung. Segala jenis burung mulai dari yang umum seperti perkutut hingga yang dilindungi seperti jalak Bali pun ada di sini. Bahkan, tidak hanya burung lokal, burung impor seperti lock bird paruh bengkok, rosela, gul amadin princes dan lain-lain juga dengan mudah dijumpai di pasar ini.
Amin (30) salah seorang pedagang di Pasar Burung Pramuka menuturkan, burung-burung dari luar negeri seperti Taiwan dan Belanda yang sedang tren sekarang tidaklah sulit ditemui di pasar tersebut.
"Sekarang yang lagi tren lock bird paruh bengkok ini. Sepasang kita hargai sekitar Rp 1,5 juta," ujarnya, Senin (13/5).
Selain lock bird paruh bengkok, kata Amin, untuk burung kelas menengah yang kini juga sedang tren adalah kenari impor. Kenari-kenari tersebut, umumnya diimpor dari Belanda, Inggris, Taiwan dan Australia. "Kenari tetap masih jadi salah satu primadona, karena perawatannya gampang. Cukup diberi makan serta dijemur setiap pagi dan sore," terangnya.
Menurutnya, untuk burung mungil impor tersebut, pedagang biasa mematok harga antara Rp 500 ribu hingga Rp 800 ribu. Sementara untuk yang jenis lokal dipatok harga sekitar Rp 300 ribu. Ia menyebut, kenari lokal ukuran tubuhnya lebih kecil dari kenari impor.
Di Pasar Pramuka ini, selain burung-burung impor kelas menengah, juga banyak ditemui burung-burung impor yang harganya relatif mahal. "Seperti yang rosela itu, biasanya disini dipatok harga mulai dari Rp 10 juta hingga Rp 12 juta per ekor. Itu pun tergantung warnanya, semakin bagus warnanya semakin mahal harganya," katanya.
Selain Rosela yang merupakan impor dari Australia dan Inggris, di Pasar Burung ini juga ada pedagang yang menjajakan jalak Bali dengan harga yang cukup mahal. "Kalau untuk burung lokal yang relatif mahal itu jalak Bali, karena burung langka dan dilindungi. Jualnya beserta sertifikat. Kalau soal harga tergantung kesepakatan, tapi pasaran biasanya tidak kurang dari Rp 15 juta," cetusnya.
Pedagang yang sudah lebih dari setahun berdagang di Pasar Pramuka ini mengaku, seluruh burung impor maupun lokal yang dijual di kiosnya dan kios-kios lainnya sudah divaksin sehingga para pembeli tidak perlu khawatir terhadap virus flu burung. "Pokoknya aman, karena sudah pada divaksin. Langganan kita juga dari berbagai kota, seperti Semarang, Solo dan kota-kota lain di Jawa," jelas pedagang yang rata-rata setiap bulan mampu menjual sekitar 10 ekor burung ini.
Jo (35) warga Batam mengatakan,di sela-sela kegiatannya di Jakarta ia menyempatkan diri untuk membeli burung perkutut. Sebab, di Batam dia sulit untuk menemukan burung dengan kualitas sebaik di Pasar Pramuka. "Saya baru pertama ke sini, karena dengar informasi dari teman bahwa burung di sini bagus-bagus," katanya.
Selain banyak penjual burung, di Pasar Pramuka juga banyak ditemui pedagang pakan dan kandang burung. Salah satunya, Tono (30), pedagang kandang burung yang sudah berjualan sejak 1996. Di pasar itu, Tono mengaku setiap harinya mampu menjual kandang hingga 20 unit yang ia datangkan langsung dari Solo, Semarang dan Bandung. "Kalau dari sana kualitasnya sudah terjamin. Yang membedakan dari tiga kota tersebut, masing-masing memiliki ciri khas," sebutnya.
Untuk yang dari solo, lanjutnya, memiliki ciri khas, yaitu materialnya halus dan sudah disemprot dengan pewarna. Sedangkan yang dari semarang bercirikan ukiran. "Kalau yang dari Bandung itu biasanya berbentuk bulat. Harganya mulai dari Rp 50 ribu sampai Rp 200 ribu," tandasnya.
Sumber : http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=54395
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar